Perkembangan Gunung Krakatau Dari Masa ke masa Mulai Dari Dahsyatnya Letusan Krakatau Purba Yang memisahkan Pulau Sumatra Dan Jawa Pada Abad Ke 4 Masehi di Zaman Kerajaan Tarumanagara.
Perkembangan Gunung Krakatau Dari Masa ke
masa Mulai Dari Dahsyatnya Letusan Krakatau Purba Yang memisahkan Pulau Sumatra
Dan Jawa Pada Abad Ke 4 Masehi di Zaman Kerajaan Tarumanagara.
813
m (2.667 kaki)
|
|
Lokasi
|
|
Krakatau
Lokasi
di dalam Indonesia
|
|
Letak
|
|
Geologi
|
|
4
Agustus 2009
|
A. Gunung Krakatau Purba
Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat
Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang
sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan
sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan
induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari
bebatuan andesitik.
Letusan ini juga dianggap turut andil atas
berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki.
Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan
kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah
membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar
5-10 derajat selama 10-20 tahun
Catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang
diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal
dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain menyatakan:
“
|
Ada suara guntur yang menggelegar berasal
dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan
total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang
mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar
datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula....
Ketika air menenggelamkannya, pulau
Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau
Sumatera
|
”
|
Bedasarkan penelitian , Gunung Kapi adalah
nama kuno dari Gunung Krakatau. David Keys , seorang arkeolog dalam bukunya
yang berjudul Catastrophe : An Investigation into the Origins of the Modern
world (1999) juga menyimpulkan adanya letusan Krakatau Purba bedasarkan
informasi Pustaka Raja Parwa . Keys
menulis , ada suara Guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada
goncangan bumi yang menakutkan , kegelapan total , petir dan kilat. Lalu
datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan
seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari gunung Batuwara dan mengalir
ketimur menuju Gunung Kamula. Ketika air meneggelamkannya , pulau Jawa terpisah
menjadi dua, menciptakan pulau Sumatra.Lebih jauh lagi , Keys mengajukan sebuah
hipotesis bahwa Krakatau pernah meletus pada tahun 535 M dan letusan itu
menghasilkan dampak bencana yang dirasakan di seluruh dunia sebagai peristiwa
tragedi besar yang mampu merubah bentuk fisik alam dengan terbentuknya Selat
Sunda dan terjadinya perubahan peradaban secara global . Selanjutnya Keys
menyusun sebuah rangkaian kejadiaan letusan krakatau tahun 535 M , sebagai
berikut : pertama, gempa bumi. Tanda
awal reaksi gunung api. Tanda awal ini sudah dirasakan sampai Nusa Kelapa (Jakarta)
. Kedua, letusan bak Guntur yang
menggelegar . iLetusan ini menghasilkan
suara hingga terdengar sampai Australia. Letusan ini menghasilkan gelombang
kedap udara yang lazim terjadi pada ledakan bom sehingga menghasilkan korban jiwa. Ketiga,Letusan yang dihasilkan dari pecahnya kaldera melontarkan
ribuan kubik material (pijar) kelapisan Stratosfer .Fragmen bebatuan panas ini kemudian ditemukan pada bongkahan
es Greenland dan Antsartika . Keempat,
ledakan yang besar itu mengguncang tanah sehingga ambles dan memisahkan daratan
Jawa dan Sumatra dan terbentuklah selat sunda. Kelima, bebatuan berbagai ukuran , debu, pasir, krikil, hingga bom
, yang terlontar ke Stratosfer menjadikan hampir seluruh langit bumi gelap dan
menutupi cahaya matahari. Suhu udara di bumi turun mencapai 10 derajat di
equator. Turunnya suhu dan minimnya matahari menjadikan bumi tak ubahnya planet
Venus. Komponen vegetasi dibumi rusak sehingga cadangan makanan menjadi minim ,
Kejadiaan itu selanjutnya mengakibatkan pergolakan sosial dalam perebutan
makanan.
Ahli geologi Belanda , Veerbek (1885) dan
B.G. Escher (1919,1948) yang menyusun penelitian mengenai sejarah letusan
Krakatau sejak zaman sejarah sampai era modern ikut mendukung kebenaran adanya letusan Gunung
Krakatau Purba. B.G Escher berkisah ,
dulu ada sebuah gunung api besar ditengah Selat Sunda , yaitu Krakatau Purba
yang disusun batuan andesitic. Lalu, gunung api ini meletus hebat dan membuat
kawah yang besar di Selat Sunda yang
tepi-tepinya menjadi pulau Sertung, Rakata Kecil dan Rakata . Lalu sebuah
kerucut gunung api tumbuh berasal dari pinggir kawah dari pulau Rakata , dan
disebut gunung api rakata. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung jawab atas
terjadinya abad kegelapan dimuka bumi sehingga orang tua di Karawang
menyebutnya Bencana Setengah Langit. Di tempat lain , seorang bishop Siria,
John dari Efecus , menulis sebuah chornichle diantara tahun 535/536 AD , bahwa
ada tanda-tanda dari matahari , tanda-tanda yang belum pernah dilihat atau
dilaporkan sebelumnya .Matahari menjadi gelap , dan kegelapanya berlangsung
sampai 18 bulan . Setiap harinya hanya terlihat selama jam, itu pun samar-samar
. Setiap orang mengatakan bahwa matahari tak akan pernah mendapatkan terangnya
lagi. Sedangkan dokumen dari Dinasti Cina mencatat tentang terdengar suara
Guntur yang sangat keras terdengar ribuan mil jauhnya ke Barat Daya Cina . Para
ahli menyertakan letusan dahsyat (violent eruption) Krakatau yang mampu
membentuk Selat Sunda tersebut dengan 2 milyar kali bom atom Hirosima atau bisa
11,11 kalinya letusan Krakatau 1883 serta menghasilkan kaldera sebesar 5,7 –
8,5 kalinya kaldera Krakatau 1883.Hasil pemodelan Keys tersebut telah
memperkuat teori Van Bemmelen (1952) dalam De Geologische Geschiedenis van
Indonesie yang menyatakan bahwa pada saat itu sebelum tahun 1175 Gunung
Krakatau belum merupakan pulau kecil seperti sekarang karena kondisinya belum
memungkinkan dilewati kapal laut . Pulau – pulau besar kecil masih banyak
berserakan di Selat Sunda . Sumatra dan Jawa masih bergandeng menjadi satu.
Perbatasan antara Swarnadwipa (Sumatra) dan Jawadwipa (Jawa) pada masa itu
masih berupa suatu teluk yang menjorok jauh kepedalaman di daerah Jambi .Demikian
menurut catatan para pelaut Arab dan Cina (Van Bemmelen , 1952 , hal 126-127) .
K. Wohletz seorang ahli vulkanologi di Los Alamos National Laboratory, Amerika
Serikat , telah melakukan serangkaian
penelitian letusan Krakatau 535. Hasil simulasinya menunjukan betapa dahsyatnya
letusan itu. Letusan sebesar itu telah menunjukan betapa dahsyatnya letusan itu
. Letusan sebesar itu telah melontarkan
200 Km3 magma (bandingkan dengan Krakatau 1883 yang melontarkan magma sejumlah
18 Km3) . Letusan Krakatau 535 M berlangsung selama sepuluh hari , tetapi
letusan puncaknya berlangsung selama 34 jam dan menghasilkan kawah berukuran
antara 40-60 Km . Kecepatan bahan yang dimuntahkan (mass discharge) sebesar 1
milyar kg/detik . Awan letusan (eruption plume) telah membentuk perisai di
atmosfer setebal 20-150 m, dan menurunkan temperature 50-100 C menciptakan the
missing link of the history . Keys mencontohkan di Pulau Sumatra terjadi
kesenjangan (Sejarah yang Hilang ) hampir 100 tahun , ( 535/?650) , yaitu
antara kerajaan yang berbasiskan Budaya Pasemah sampai kemunculannya kerajaan
Sriwijaya . Sementara di Pulau Jawa kesenjangan terjadi hampir 200 tahunan
(535/?750 M) , yakni antara kerajaan yang berada di Jawa bagian barat sampai
kemunculan kerajaan-kerajaan di Jawa bagian tengah.
Sepertinya bencana Krakatau Purba itulah yang
mengakibatkan missing linknya Sejarah Sunda sebagaimana dituturkan Babad Tanah
Jawi,
“Mungguh Kaananing Tanah Sundha ing wektu iku ora pati
kasumurupan. Sawise krajaan Tarumanagara dhek abad 4 lan 5 , mung ana kang kacarira Sundha in tahun1030
nagaraa kira-kira ing Cibadak”
Artinya :
Sesungguhnya keadaan Tanah Sunda pada waktu itu seperti hilang . Sesudah
kerajaan Tarumanagara , cerita kerajaan Sunda baru muncul bagi tahun 1030
dimana negaranya berada sekitar Cibadak.
B. Munculnya Gunung Krakatau
Perkembangan
Gunung Krakatau
Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga
pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan
vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau
Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah
kawah, bernama Gunung
Danan
dan Gunung
Perbuwatan
yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang muncul terlebih dahulu.
Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.
Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun
1680 menghasilkan lava andesitik asam. Lalu pada tahun 1880,
Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa
itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada
hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung
Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini
kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27
Agustus 1883.
C.
Erupsi 1883
Letusan Krakatau 1883
Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, terjadi ledakan pada
gunung tersebut. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas
Oxford Inggris yang juga penulis National
Geographic
mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan
peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern.
Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat
didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama
ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam
sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau
sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu
apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu
vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu
jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata di mana setengah
kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Tsunami (gelombang laut) naik
setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir
pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran
bawah laut.
Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai
36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak di Kota Cilegon hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian
selatan. Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan
harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi
melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke
pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu
kilometer.
D.Anak Krakatau
Anak
Krakatau, dua tahun sejak awal terbentuknya. Foto diambil 12 atau 13 Mei 1929,
koleksi Tropenmuseum.
Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40
tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal
sebagai Anak
Krakatau dari
kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya.
Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan. Setiap
tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12
meter (40 kaki). Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per
tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak
Rakata mencapai 190 meter (7.500 inci atau 500 kaki) lebih tinggi dari 25 tahun
sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar
dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar
230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki
tinggi 813 meter dari permukaan laut.
Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang
terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita
geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan
bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang
tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan ini
akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera
Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.
Anak
Krakatau, Februari 2008
Anak Krakatau, Februari 2008
Menurut Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung
api berkebangsaan Jepang, Anak Krakatau masih
relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat
tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar
yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori
yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada
minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang
ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya. Anak Krakatau saat ini
secara umum oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan "Gunung
Krakatau" juga, meskipun sesungguhnya adalah gunung baru yang tumbuh pasca
letusan sebelumnya.
Sumber : Buku membokar sejarah karawang karya Asep R
Sundapura
https://id.wikipedia.org/wiki/Krakatau
Komentar
Posting Komentar