LOGIKA TUMPUL!! KAJIAN HUKUM YANG TIDAK LOGIS.



Kekuasaan langgeng seorang presiden akan runtuh juga jika suatu kebijakan itu tidak sesuai dengan rakyat. Dominasi tirani kekuasaan diparlemen sudah pekat yang seharus membuat program dan kebijakan ini malah sebaliknya membuat suatu kebijakan dengan menggunakan pola fikir yang tak logis dan  absurd dengan membuat suatu kebijakan yang sangat irasional yang sulit diterima oleh alamiah fikiran rakyat.
Indonesia negara yang didalamnya ada  nilai adat ketimuran serta ilai dan norma yang di jungjung tinggi itu sudah cukup untuk meninjau kembali peraturan kebijakan yang sesuai dengan prinsip humanismenya apalagi dikonsepkan dengan filosofi hukum bernilai pancasila cukuplah sudah mewakili hak asasi kemanusiaan masyarakat Indonesia itu sendiri. Akan tetapi disatu  sisi mereka membuat pasal karet ala Belanda dahulu yang isinya itu sangat merugikan tidak sesuai dengan norma dan nilai yang sangat di jungjung tinggi di negeri yang beradat dan berlembaga ini.
Mengkaji ulang dimana sistem oligarki secara historical kebanyakan sisa-sisa feodalitistis di Indonesia, pemerintahan negeri dipegang oleh seorang raja dan komplotaanya. Seorang raja sesudah berhasil menjalankan peran “jagoan”. Lalu menganggkat dirinya jadi raja yang bertuan. Anaknya yang bodoh dari seekor kerbau atau seorang tukang pelesir, di belakang hari, menggantikan ayah sebagai yang di pertuankan didalam negeri. Peraturan turun temurun ini “lenyap” apabila seorang “jagoan” baru datang menjatuhkan yang lama dari mengangkatnya pula jadi raja.

Konstitusi tidak ada yang menentukan penobatan pemaksulan seorang raja dengan menteri-menterinya, serta menetapkan dengan seksama. Semua kekuasaan dan cangkupan pengaruhnya bersanddarkan pada kekerasaan dan kemauan raja, juga kepercayaan dan penghambaan masa. Pemerintah dari rakyat, untuk rakyat, rakyat yang dikatakan Lincoln tak pernah di kenal di Indonesia. Rakyat di Indonesia hanya di jadikan pion dalam istilah catur sebuah jalan untuk melanggengkan kedudukan kepemimpinan bah seperti soerang raja yang tak tergantikan.
Kadang-kadang ada seorang raja rela yang “agak adil’ di panggung politik. Akan tetapi, hal ini adalah suatu perkecualian, kebetulan dan keluar biasaan. Tidak ada yang dapat dilakukan rakyat jika tidak ada raja  begitu selain berontak . Indonesia hanya mengenal pemerintah beberapa orang dan tak mengenal hukum-hukum yang tertulis.
UUD 1945 sebagai kunci dari hukum dan keadilan, menciptakan harmonisasi antara pemerintah dengan rakyat bukan menciptakan ketidak harmonisan  antara  rakyat vs pemerintah,  karena mengkerdilkan tatanan hukum yang berlaku di masyarakat yang tidak sesuai dan  masuk akal.
Bagaimana Presiden berusaha menjalankan sistem yang ia pilih, ia juga membuat beberapa pijakan hukum bagi rezimnya. Salah satu dasar yang cocok bagi sistem pemerintahan yang ia bangun sudah ditangannya, yaitu dalam naskah UUD 1945 yang asli. Alasannya mendasar karena sudah keseharusan ketika mengusulkan aturan hukum harus sesuai mengadopsi UUD 1945 membuat kita tahu pandangan-pandangannya tentang hakikat negara. Dengan menyusun sebuah UUD bagi negara kesatuan ,seharusnya Undang-undang yang disusun secara sistematis dimaksudkan untuk rakyat Indonesia dan karenanya, jiwa kepribadian dan karakter rakyat harus tercermin dalam undang-undang ini laksana bulan yang tampak di permukaan danau, Untuk mengexpresikan kepribadian orang Indonesia.

“Saya secara pribadi merasa dan perlu sehingga kelompok yang lebih lemah seharusnya bisa dilindungi dari yang lebih kuat, atau dengan kata lain. Penggunaan demokrasi oleh kelompok yang lebih kuat harus dibatasi. Ini berarti bahwa demokrasi kita haruslah mencapai sebuah demokrasi yang memperhatikan hal ini sehingga suatu kelompok tidak di tindas kelompok lain. Ini berarti demokrasi kita haruslah menjadi demokrasi terpimpin , sebuah demokrasi yang tidak terdiri dari prinsip liberalisme. Bila kemudian , kebebasan sosial dan ekonomi tentunya sudah merata di seluruh tanah air ,dan mayoritas rakyat kita bisa menggunakan demokrasi sebagai senjata dalam berbagai sektor kehidupan mereka, maka hakikat demokrasi kita bisa disesuaikan lagi dengan kondisi-kondisi di masa depan tanpa kesenjangan apalagi intervensi dari pemerintah yang melebelkan rezim otoriter yang tidak sesuai dengan hakikat demokrasi itu sendiri “

“Demokrasi yang suci adalah dimana rakyat sebagai lembaga kekuasaan tertinggi dalam konstitus negara”
Bila ada kebijakan tidak sesuai dan tidak pro rakyat maka pemerintah sudah jauh meninggalkan Ideologi pancasila dan hakikat UUD 1945. Didalamnya sudah jelas ada hukum suci yang terkadungnya yaitu tirani rakyatnya yang paling tinggi.
*Anonymous*

Penulis : Fauzi Ahmad


Sumber referensi
Tan Malaka Aksi Massa (1926)
Muhammad, Marx, Marhaen (akar sosialis Indonesia)

Komentar